Tuntunan Islam Menyikapi Musibah
Oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Mukadimah
Para
ulama mendefinisikan musibah sebagai “segala sesuatu yang dibenci yang
terjadi pada manusia” (kullu makruuhin yahullu bi al-insan) (Ibrahim
Anis, al-Mu’jam al-Wasith, h. 527). Musibah gempa yang sering terjadi di
Indonesia akhir-akhr ini misalnya, benar-benar telah melahirkan
berbagai hal yang dibenci, seperti robohnya rumah, kematian anggota
keluarga, rusaknya perabotan, dan sebagainya. Bagaimana tuntunan Islam
dalam menyikapi musibah seperti ini? Bagi shahibul musibah (yang terkena
musibah) Islam memberikan pedoman sikap antara lain :
1. IMAN DAN RIDHO TERHADAP KETENTUAN (QADAR) ALLAH
Kita
wajib beriman bahwa musibah apa pun seperti gempa bumi, banjir, wabah
penyakit, sudah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Kita pun
wajib menerima ketentuan Allah ini dengan lapang dada (ridho). Allah SWT
berfirman :
“Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
(QS al-Hadid [57] : 22)
Kita
pun wajib menerima taqdir Allah ini dengan rela, bukan dengan
menggerutu atau malah menghujat Allah SWT. Misalnya dengan berkata,”Ya
Allah, mengapa harus aku? Apa dosaku ya Allah?” Hujatan terhadap Allah
Azza wa Jalla ini sungguh kurang ajar dan tidak sepantasnya, sebab Allah
SWT berfirman :
“Dia [Allah] tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS al-Anbiyaa` [21] : 23)
2. SABAR MENGHADAPI MUSIBAH
Sabar,
menurut Imam Suyuthi dalam Tafsir al-Jalalain, adalah menahan diri
terhadap apa-apa yang Anda benci (al-habsu li an-nafsi ‘alaa maa
takrahu). Sikap inilah yang wajib kita miliki saat kita menghadapi
musibah. Selain itu, disunnahkan ketika terjadi musibah, kita
mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun ).
Allah SWT berfirman :
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” .
(QS al-Baqarah [2] : 155-156)
Dengan
demikian, sabarlah ! Jangan sampai kita meninggalkan sikap sabar dengan
berputus asa atau berprasangka buruk seakan Allah tidak akan memberikan
kita kebaikan di masa depan. Ingat, putus asa adalah su`uzh-zhann
billah (berburuk sangka kepada Allah) ! Su`uzh-zhann kepada manusia saja
tidak boleh, apalagi kepada Allah.
Memang,
orang yang tertimpa musibah mudah sekali terjerumus ke dalam sikap
putus asa (QS 30 : 36). Namun Allah SWT menegaskan, sikap itu adalah
sikap kufur (nauzhu billah mindzalik), sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf [12] : 87).
3. MENGETAHUI HIKMAH DI BALIK MUSIBAH
Seorang
muslim yang mengetahui hikmah (rahasia) di balik musibah, akan memiliki
ketangguhan mental yang sempurna. Berbeda dengan orang yang hanya
memahami musibah secara dangkal hanya melihat lahiriahnya saja.
Mentalnya akan sangat lemah dan ringkih, mudah tergoncang oleh sedikit
saja cobaan duniawi. Apalagi kalau musibahnya besar, mungkin dia bisa
gila.
Hikmah musibah antara lain diampuninya dosa-dosa. Sabda Rasulullah SAW :
“Tidaklah
seorang mukmin tertimpa musibah tertusuk duri atau lebih dari itu,
kecuali dengannya Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (HR Bukhari
dan Muslim)
Muslim yang mati tertimpa bangunan atau tembok akibat gempa, tergolong orang yang mati syahid. Sabda Nabi SAW :
“Orang-orang
yang mati syahid itu ada lima golongan; (1) orang yang terkena wabah
penyakit tha’un, (2) orang yang terkena penyakit perut (disentri,
kolera, dsb), (3) orang yang tenggelam, (4) orang yang tertimpa
tembok/bangunan, dan (5) orang yang mati syahid dalam perang di jalan
Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Akan diampuni bagi orang yang mati syahid setiap-tiap dosanya, kecuali utang.” (HR Muslim).
Hikmah lainnya ialah, jika anak-anak muslim meninggal, kelak mereka akan masuk surga. Sabda Nabi SAW :
“Anak-anak kaum muslimin [yang meninggal] akan masuk ke dalam surga.” (HR Ahmad)
4. TETAP BERIKHTIAR
Maksud
ikhtiar, ialah tetap melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki keadaan
dan menghindarkan diri dari bahaya-bahaya yang muncul akibat musibah.
Jadi kita tidak diam saja, atau pasrah berpangku tangan menunggu bantuan
datang.
Beriman
kepada ketentuan Allah tidaklah berarti kita hanya diam termenung
meratapi nasib, tanpa berupaya mengubah apa yang ada pada diri kita.
Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du [13] : 11)
Ketika
terjadi wabah penyakit di Syam, Umar bin Khattab segera berupaya keluar
dari negeri tersebut. Ketika ditanya,”Apakah kamu hendak lari dari
taqdir Allah?” maka Umar menjawab,”Ya, aku lari dari taqdir Allah untuk
menuju taqdir Allah yang lain.”
Rasulullah
SAW pun memberi petunjuk bahwa segala bahaya (madharat) wajib untuk
dihilangkan. Misalnya ketiadaan logistik, tempat tinggal, masjid,
sekolah, dan sebagainya. Nabi SAW bersabda,”Tidak boleh menimbulkan
bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain.” (HR Ibnu Majah)
5. MEMPERBANYAK BERDOA DAN BERDZIKIR
Dianjurkan
memperbanyak doa dan dzikir bagi orang yang tertimpa musibah. Orang
yang mau berdoa dan berdzikir lebih mulia di sisi Allah daripada orang
yang tidak mau atau malas berdoa dan berdizikir. Rasululah SAW
mengajarkan doa bagi orang yang tertimpa musibah : “Allahumma jurnii fii
mushiibatii wakhluf lii khairan minhaa (Ya Allah, berilah pahala dalam
musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya.)
(HR Muslim)
Dzikir
akan dapat menenteramkan hati orang yang sedang gelisah atau stress.
Dzikir ibarat air es yang dapat mendinginkan tenggorokan pada saat cuaca
panas terik. Allah SWT berfirman :
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13] : 28)
Dzikir yang dianjurkan misalnya bacaan istighfar,”Astaghfirullahal ‘azhiem”. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa
memperbanyak istighfar, maka Allah akan membebaskannya dari kesedihan,
akan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya, dan akan memberinya
rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (HR. Abu Dawud).
6. BERTAUBAT
Tiada
seorang hamba pun yang ditimpa musibah, melainkan itu akibat dari dosa
yang diperbuatnya. Maka sudah seharusnya, dia bertaubat nasuha kepada
Allah SWT. Orang yang tak mau bertaubat setelah tertimpa musibah, adalah
orang sombong dan sesat. Allah SWT berfirman :
“Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.” (QS
asy-Syuura [42] : 30)
Sabda
Nabi SAW “Setiap anak Adam memiliki kesalahan (dosa). Dan sebaik-baik
orang yang bersalah, adalah orang yang bertaubat.” (HR at-Tirmidzi).
Bertaubat
nasuha rukunnya ada 3 (tiga). Pertama, menyesali dosa yang telah
dikerjakan. Kedua, berhenti dari perbuatan dosanya itu. Ketiga, ber-azam
(bertekad kuat) tidak akan mengulangi dosanya lagi di masa datang. Jika
dosanya menyangkut hubungan antar manusia, misalnya belum membayar
utang, pernah menggunjing seseorang, pernah menyakiti perasaan orang,
dan sebagainya, maka rukun taubat ditambah satu lagi, yaitu
menyelesaikan urusan sesama manusia dan meminta maaf.
7. TETAP ISTIQOMAH PADA ISLAM
Dalam
setiap musibah, selalu ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya
untuk tujuan jahat. Misalkan saja upaya kotor berupa Kristenisasi.
Caranya adalah dengan memberikan bantuan logistik, medis, uang, rumah,
dan sebagainya. Tapi semuanya itu tidaklah diberikan dengan tulus,
melainkan ada maksud keji di baliknya. Ujung-ujungnya, orang-orang kafir
itu ingin sekali memurtadkan orang Islam menjadi orang Kristen. Na`uzhu
billah min dzalik.
Di
sinilah seorang muslim dituntut untuk bersikap istiqamah, yaitu
konsisten di atas satu jalan dengan mengamalkan kewajiban-kewajiban dan
meninggalkan larangan-larangan (mulazamah al-thariq bi fi’li al-wajibat
wa tarki al-manhiyyat). Allah SWT mewajibkan kita istiqamah :
“Maka
tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu
dan orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS Huud
[11] : 112)
Muslim
yang murtad (keluar dari agama Islam) dan menjadi pemeluk Kristen,
sungguh telah tertipu mentah-mentah dunia akhirat. Allah SWT berfirman :
“Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
(QS al-Baqarah [2] : 217)
Karena
itu wajiblah bagi kita untuk terus istiqamah mempertahankan keislaman
kita. Jangan mudah tergiur oleh bujuk rayu setan berbentuk manusia itu.
Jangan mati kecuali tetap memegang teguh agama Islam. Allah SWT
berfirman :
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.” (QS Ali ‘Imraan [3] : 102)
Khatimah
Demikianlah
atara lain tuntunan Islam dalam menyikapi musibah. Khususnya bagi
shahibul musibah (yang terkena musibah). Dengan berpegang teguh dengan
tuntunan-tuntunan Islam di atas, mudah-mudahan Allah SWT akan memberikan
rahmat, hidayah, dan ‘inayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal
‘Alamin !(http://hizbut-tahrir.or.id/)
Komentar
Posting Komentar