Jadikan Dunia Sebagai Ladang Beramal
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ
إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”
أما بعد
Jama’ah Jumat rahimakumullah
Mari kita
tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang
sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang
oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jama’ah Jumat yang semoga dimuliakan Allah
Ketika kita
keluar rumah, kita akan menyaksikan bahwa kebanyakan manusia –mungkin juga
diri kita- memandang dunia sebagai tujuan hidupnya. Belum yang kita
saksikan di kota-kota, baik di pinggiran jalan, di kendaraan; di bus-bus,
kereta dan lainnya. Kita akan menyaksikan bahwa yang terlintas di benaknya
hanyalah “Bagaimana caranya agar bisa hidup enak di dunia ini”,
tidak lebih dari itu. Seakan-akan tidak pernah terlintas di hati ini bahwa
hidup di dunia ini hanya sementara dan bahwa Allah menjadikan dunia ini
sebagai ladang untuk beramal.
Kita akan melihat manusia bermegah-megahan
dalam segala hal sampai tidak sempat lagi beramal. Allah berfirman:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ {1} حَتَّى زُرْتُمُ
الْمَقَابِرَ {2}
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu-sampai kamu
masuk ke dalam kubur.” (QS. At Takaatsur: 1-2)
Saat adzan
dikumandangkan, mereka masih saja sibuk dengan pekerjaannya, tanpa mempedulikan
seruan adzan. Padahal, tentang dunia ini, Allah Ta’ala berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ
وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا
ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللهِ
وَرِضْوَانٌ وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَآ إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan saling berbangga
dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan
para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadiid: 20)
Di ayat
lain, Allah berfirman:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَآءٍ
أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَآءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ اْلأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ
النَّاسُ وَاْلأَنْعَامُ حَتَّى إِذَآ أَخَذَتِ اْلأَرْضُ زُخْرُفُهَا وَازَّيَّنَتْ
وَظَنَّ أَهْلُهَآ أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَاهَآ أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ
نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِاْلأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ
اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia itu,
adalah seperti air yang Kami turunkan dari langit lalu tumbuhlah dengan
suburnya, karena air itu tanaman-tanaman bumi tumbuh subur, di antaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya dan berhias, dan permliknya mengira bahwa mereka
pasti menguasainya (memetik hasilnya), maka tiba-tiba datanglah kepadanya
azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana tanaman
yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami
menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS. Yunus: 24)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun bersabda:
مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ
مَا يَجْعَلُ أَحدُكُمْ أُصْبُعَهُ فِي الْيَمِّ . فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟
“Dunia
dibanding akhirat, tidak lain seperti salah seorang di antara kamu menyelupkan
jarinya ke dalam lautan (kemudian diangkat), lalu lihatlah yang menempel
darinya?” (HR. Muslim)
Hikmah di Balik Musibah
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimani
wa rahimakumullah.
Berbagai
macam bencana, musibah, kecelakaan, dan kematian yang kita lihat sehari-hari
seharusnya membuat diri kita berhenti dari sikap “Mengerahkan pikiran dan
tenaga hanya untuk meraih kenikmatan dunia”. Karena, pada bencana, musibah,
kecelakaan, dan kematian terdapat bukti nyata akan fananya dunia dan tidak
pantasnya dijadikan sebagai tempat tujuan. Dunia atau materi harta kekayaan
demikian cepat sirna ditelah bencana. Betapa banyak saudara-saudara kita dalam
sekejap kehilangan harta benda saat rumah-rumah mereka kebakaran, atau saat
pemukiman mereka disapu air bah yang dahsyat.
Cara Pandang yang Salah
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimani
wa rahimakumullah
Sebenarnya,
tidak mengapa meraih kesenangan dunia, yang menjadi masalah adalah ketika sibuk
dengan dunia sampai lupa pada kampung akhirat. Shalat lima waktu dan
ibadah-ibadah lainnya yang sesungguhnya manusia diciptakan untuk itu justru
ditinggalkan dan tidak menggunakan kenikmatan yang ada untuk itu. Nampaknya,
untuk orang yang seperti ini cuma maut yang dapat membuatnya menyadari
kelalaiannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنفِقُوا مِن مَّارَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ
أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ
قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ {10} وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا
إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
{11}
{11}
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu;
lalu ia berkata (menyesali): “Wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
aku sedikit waktu lagi, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh?”– Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
seseorang apabila telah datang waktunya. Allah Maha Mengenal apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al
Munaafiquun : 10-11)
Akibatnya
ia pun menyesal, karena terlena oleh dunia dan tidak sempat beramal.
Sungguh
sangat sedikit sekali orang yang memiliki pandangan “Dunia adalah ladang
tempat beramal” sebagai persiapan menuju
negeri yang kekal, yaitu akhirat. Padahal, inilah pandangan yang benar terhadap
dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap insan. Sebab itu, ia pun menjadikan
berbagai fasilitas yang ada sebagai sarana untuk memperbanyak amal shalih.
Dunia
adalah jembatan menuju akhirat, di dunia ia bisa memperbanyak bekal, yaitu
takwa. Dunia adalah tempat ibadah, tempat shalat, tempat puasa, tempat
bersedekah, tempat berjihad, dan tempat ia berlomba-lomba dengan saudaranya
untuk menggapai kebaikan (surga).
نَفَعَنِيَ اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِالقُرْآنِ العَظِيْمِ،
وَبِسُنَّةِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ
الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ…
KHUTBAH KEDUA
اَلحَمْدُ لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ
الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ
الغِزَارِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ العَزِيْزُ
الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى
المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ
الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ
اللَيْلَ وَالنَّهَار
Petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam Dalam Menjalani Hidup di Dunia
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ
عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah
kamu di dunia seakan-akan sebagai orang asing atau orang yang sedang
melakukan perjalanan.” (HR. Bukhari)
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimani
wa rahimakumullah
Yakini
janganlah kita cenderung kepada dunia, janganlah kita menjadikan dunia sebagai
tempat tujuan, jangan sampai terlintas dalam diri kita bahwa kita akan kekal di
dunia, jangan berlebihan terhadapnya, jangan sampai hati kita bergantung
kepadanya, jangan sampai kita disibukkan oleh selain tujuan kita yang
sebenarnya di dunia ini, yaitu memperbanyak bekal.
Cukuplah
kiranya teladan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
contoh terdepan dalam berpandangan melihat dunia seperti menaiki kendaraan
untuk sebuah perjalanan. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
نَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى حَصِيرٍ فَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ لَوِ اتَّخَذْنَا لَكَ وِطَاءً فَقَالَ مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا
فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidur di atas tikar. Ketika bangun, tikar itu
memberikan bekas pada badan bagian samping beliau. Lalu kami berkata, “Wahai
Rasulullah, bolehkah kami membuatkan untukmu kasur?” Beliau menjawab, “Apa
kepentinganku terhadap dunia ini! Aku di dunia ini hanyalah seperti orang yang
menaiki kendaraan sedang berteduh sebentar di bawah sebuah pohon, kemudian akan
pergi meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)
Amr bin
Harits radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika wafatnya tidak meninggalkan satu dinar, satu
dirham, budak laki-laki maupun budak perempuan, dan tidak meninggalkan apa-apa
selain seekor bighal putih (kuda yang lahir dari perkawinan kuda dan keledai)
yang biasa ditungganginya, senjatanya, dan tanahnya yang disedekahkan untuk
ibnus sabil.” (HR. Bukhari)
Sungguh
indah ucapan penyair berikut,
اِنَّ ِللهِ عِبَادًا فُطَنَا
طَلَّقُوا الدُّنْيَا وَخَافُو اْلفِتَنَا
نَظَرُوْا فِيْهَا عَلِمُوْا
اَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنًا
جَعَلُوْهَا لُجَّةً وَاتَّخَذُوْا
صَالِحَ اْلاَعْمَالِ فِيْهاَ سُفُنًا
“Sesungguhnya Allah
memiliki hamba yang cerdas,
Mereka melepaskan dunia dan takut akan terfitnah,
Mereka melihat dunia itu dengan sebenarnya,
Maka sadarlah mereka bahwa ia tidak pantas
dijadikan tempat menetap,
Mereka pun menjadikan dunia sebagai samudera,
dan menjadikan amal yang shalih sebagai bahtera.”
Oleh karena
itu sudah sepantasnya kita memiliki sikap Zuhud terhadap dunia.
Nasehat Ulama Tentang Zuhud
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimani
wa rahimakumullah
Ali bin Abi
Thalib berkata, “Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan dan akhirat akan
datang menyongsong. Masing-masing dari keduanya memiliki anak-anak,
jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia, karena
sesungguhnya hari ini adalah (waktu) beramal dan belum dihisab, sedangkan nanti
adalah hisab dan tidak lagi bisa beramal.”
Abdullah
bin ‘Aun berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan untuk dunia
ini sisanya (dari bekerja) untuk akhirat, namun kamu menjadikan untuk akhirat
kamu sisanya (dari bekerja) untuk duniamu.”
إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ،
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ
اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى
وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ
عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا
أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى
الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Komentar
Posting Komentar