Manajemen Masjid Istiqlal


Setiap masjid pasti ada Marbuthatau di daerah-daerah disebut 'Merbot'. Istilah kata 'Marbuth' ini semula mempunyai arti dan fungsi sangat penting bagi kelangsungan hidupnya peribadatan disatu masjid, hanya kian lama konotasi si Marbuth tinggal seolah-olah pegawai masjid yang bertugas sebagai pemukul bedug belaka, sehingga orang sudah menganggap tidak begitu penting arti Marbuth itu.
Kata Marbuth diambil dari bahasa Arab, asal kata ربط (robatho) artinya 'mengikat' dan مربوط (marbuth) artinya 'terikat' atau 'yang terikat'.
Dalam buku "Sebuah Perspektif Sejarah Lembaga Islam di Indonesia" oleh H. Zaini Ahmad Noeh (Mantan Direktur Peradilan Agama), bahwa adanya Marbuth ini karena adanya pengaruh dari mazhab Imam Syafii pada masa kerajaan di Jawa. Sejalan dengan perkembangan agama Islam, dalam serat Centhini pada syair Maskumambang ayat 27 terbaca ungkapan yang berbunyi:"bilih bangsa kula Jawi, Imam Sapingi panutan" yang artinya kurang lebih: "Adapun kami bangsa Jawa mengikuti mazhab Imam Syafii".
Khusus dalam bidang pemerintahan di Mataram pengaruh Mazhab Syafii terlihat jelas, misalnya dalam menyusun personalia untuk jabatan agama pada kerajaan Mataram, sepertinya langsung dikaitkan dengan kewajiban kolektif (fardhu kifayah) untuk menyelenggarakan sholat Jum'at.
Berbeda dengan pandangan mahab-mazhab lain, mazhab Imam Syafii mensyaratkan jumlah harus cukup 40 orang dalam melaksanakan sholat Jum'at. Karena pada hakikatnya tanggung jawab dalam fardhu kifayah juga otomatis menjadi tanggungjawab Imam (Kepala Negara), maka untuk menjamin selalu terselenggaranya Sholat Jum'at setiap waktunya, negara mengangkat 40 orang punggawa masjid. Mereka ini diikat tugasnya pada masjid atau مَرْبُوْطٌ بِالمَسَاجِدِ (marbuthon bil masajid), maka kita jumpailah istilah Marbuthbagi mereka yang ditugaskan di masjid atau surau.
Mereka resminya disebut Para Kaum diambil dari fungsi mereka ”Qawwaamunassholah” artinya Para Pendiri Sholat, dari sini timbul istilah 'Kaum' itu. Atau ada istilah Kayim itu dari kata ”Qoimussholat” yakni yang mendirikan shalat, juga dari istilah”Qoimuddin” yang artinya Penegak Agama, timbul kata Mudin atau Modin. Sebagai pegawai Negara, mereka mendapat gaji dan tanah jabatan (ambtserven) yang yang berada di sekitar masjid.
Adapun Kauman atau Kaumkita jumpai di seluruh kota Kabupaten di Jawa dan Madura.Istilah Kaum juga terdapat di Sumatera Selatan sebagaimana tertulis dalam kitab undang-undang SIMBUR CAHAYA serta dalam serat Wedhatama Syair Sinom.
Susunan pegawai masjid dengan jumlah terikat minimal 40 orang ini, dikemukakan pula oleh Dr. B.F. Matthes dalam bukunya HET JAAR BOEKJE CELEBES 1865, yakni di Sulawesi Selatan dahulu dikenal seorang Mubaligh bernama: ”DATO RI BANDANG”. Mubaligh ini menganjurkan kepada raja­-raja disana, bahwa dalam membangun sebuah masjid hendaknya dikaitkan pula 40 orang MUKING dengan susunan sebagai berikut :
  • KALI atau KEPALA: 1 orang
  • MUKING: 8 orang
  • KATTE atau KHATIB: 8 orang
  • BIDALA atau BILAL: 8 orang
  • MUADZIN: 8 orang
  • AMILE atau AMIL ZAKAT: 8 orang
  • DOCA atau PEMBANTU: 2-3 orang
Itulah gambaran sekilas tentang arti dan sejarah MARBUTH sebenarnya. Betapa pentingnya Marbuth bagi kehidupan dan kemakmuran sebuah masjid. Namun konotasi MARBUTH sekarang tidak diletakkan pada proporsi yang sebenarnya, hanya paling banter sebagai seorang petugas pemukul bedug atau penjaga masjid belaka, dan telah berbeda dan bergeser dari pengertian asalnya.
Dari penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan di atas marilah kita meluruskan kembali arti dan fungsi MARBUTH. Karena Rosululloh sendiri ketika datang ke suatu masjid menanyakan, kemana seorang wanita yang biasanya rajin membantu memungut sampah membersihkan masjid tapi tidak terlihat lagi. Lalu para sahabat menjawab: beliau sudah meninggal dunia. Nabi pun minta di antar ke makamnya dan beliau sholat di atas kuburnya, peristiwa ini menggambarkan begitu nabi sangat menghargai seorang MARBUTH.
Dan sebuah hadist shoheh Bukhori Muslim menyatakan demikian tingginya martabat si MARBUTH. Bahwa di hari kiamat nanti hanya ada 7 golongan saja yang mendapatkan perlindungan Allah dan salah satunya adalah MARBUTH, hal ini karena jasad dan hati seorang MARBUTH sepenuhnya bergantung pada masjid. Maka pantas dia mendapatkan perlindungan dihari yang tiada suatu perlindungan kecuali perlindungan Allah. Nah, itulah kemuliaan MARBUTH, hendaknya tidak boleh dianggap remeh, bahkan siapapun yang turut bekerja memakmurkan masjid apakah itu Cleaning Service, Bidang Ta'mir, Bagian Riayah, Security, bahkan semua pegawai dari tingkat yang paling bawah  sampai unsur pimpinan adalah MARBUTH. Dan semua merasa bangga menjadi MARBUTH di masjid manapun.
Kalau di Kerajaan Saudi Arabia, raja dan rakyatnya merasa memiliki kehormatan tersendiri menyebut gelar diri mereka dengan istilah ”KHADIMUL HARAMAIN”   "خادم الحرمين(Pelayan dua masjid suci MAKKAH dan MADINAH). Mengapa kita tidak menyebut semua pegawai Masjid Istiqlal dengan ”MARBUTHUN BIL ISTIQLAL” dimana niat dan hatinya ikhlas berbuat dan bekerja hanya untuk masjid. Atau ”Marbuthun bit Tiin”, jika di Masjid Attin dan ”Marbuthun bi Sunda Kelapa” jika di Masjid Sunda Kelapa, dan seterusnya di masjid-masjid manapun di Indonesia. Insya Allah semuanya dijanjikan akan mendapat perlindungan di hari kiamat kelak.

Komentar

Eramuslim

Postingan Populer