Masjid Bersejarah Sultan Syarif Abdurrahman Pontianak
Bila
menelusuri sungai Kapuas Pontianak, hampir bisa dipastikan menemukan sebuah
masjid kuno yang masih cukup kokoh berdiri, itulah Masjid Jami' Pontianak. Masjid
yang dikenal juga dengan nama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman ini
adalah masjid tertua dan terbesar di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Masjid ini merupakan satu dari
dua bangunan yang menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak pada 1771 Masehi,
selain Keraton Kadriyah yang berada beberapa ratus meter di sebelah timurnya.
Posisi masjid pada sisi kirinya, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya merupakan permukiman padat penduduk Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis. Sedangkan di bagian depan masjid, yang juga menghadap ke Barat, terbentang Sungai Kapuas.
Masjid Jami' Pontianak dapat menampung sekitar 1.500 jamaah saat shalat. Di dalamnya ada enam pilar dari kayu belian berdiameter setengah meter. Dua pelukan tangan orang dewasa tak akan mampu mencapai lingkaran pilar itu. Selain pilar bundar, juga ada enam tiang penyangga lainnya yang menjulang ke langit-langit masjid, berbentuk bujur sangkar. Pilar bujur sangkar itu berukuran kayu belian untuk tiang rumah dewasa ini, namun ukurannya di atas rata-rata. Di bagian depan, terdapat mimbar tempat khutbah yang mirip geladak kapal. Pada sisi kiri dan kanan mimbar terdapat kaligrafi yang ditulis pada kayu plafon.
Bisa dikatakan, dominan konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu belian. Atapnya yang semula dari rumbia, kini menggunakan sirap, potongan belian berukuran tipis. Atapnya bertingkat empat. Pada tingkat kedua, terdapat jendela-jendela kaca berukuran kecil. Sementara di bagian paling atas, atapnya mirip kuncup bunga atau stupa. Jendelanya yang berjejeran dengan pintu masuk, berukuran besar-besar, juga dari kaca tembus pandang. Ada pula kaca yang berwarna merah dan kuning.
Pendiri Masjid Jami’ Pontianak adalah pendiri Kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al-Habib Husein, seorang penyebar agama Islam dari Jawa. Ceritanya Al-Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Beliau menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771. Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun Masjid dan Istana untuk Sultan.
Syarif Abdurrahman wafat pada 1808 Masehi, dengan meninggalkan seorang putera bernama Syarif Usman. Syarif Usman masih berusia kanak-kanak saat ayahnya meninggalkannya, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan (Alm.) ayahnya. Maka, pemerintahan sementara dipegang adik bapaknya bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822 sampai dengan 1855 Masehi. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
Beberapa ulama terkenal seperti Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar, dan H. Ismail Kelantan pernah mengajarkan agama Islam di masjid ini. Namun sekarang tidak lagi tampak kegiatan yang terkelola dengan baik di masjid yang menampakkan jejak sejarah Islam di Pontianak ini. Terungkap dari salah seorang imam harian bernama Arifin, bimasislam menangkap kegiatan rutin berjalan hanyalah Ta’lim Harian dengan materi fikih, akidah, dan akhlak dengan sedikit peminat. Kegiatan mingguan berupa Pembacaan Barzanji atau Addibaà tiap malam Jumat. Sedangkan yang cukup massif adalah peringatan har-hari besar Islam tahunan.
Sekarang imam besar masjid ini adalah Syarif Hamid Alkadri, keturunan Raja Pontianak. Dalam pengelolaannya, pengurus masjid ini disupport pendanaannya oleh Pemprov Kalimantan Barat di samping dari Keluarga Kerajaan Pontianak. Sumber: Wawancara langsung dan Wikipedia. (edijun/foto:bimasislam)
Posisi masjid pada sisi kirinya, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya merupakan permukiman padat penduduk Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis. Sedangkan di bagian depan masjid, yang juga menghadap ke Barat, terbentang Sungai Kapuas.
Masjid Jami' Pontianak dapat menampung sekitar 1.500 jamaah saat shalat. Di dalamnya ada enam pilar dari kayu belian berdiameter setengah meter. Dua pelukan tangan orang dewasa tak akan mampu mencapai lingkaran pilar itu. Selain pilar bundar, juga ada enam tiang penyangga lainnya yang menjulang ke langit-langit masjid, berbentuk bujur sangkar. Pilar bujur sangkar itu berukuran kayu belian untuk tiang rumah dewasa ini, namun ukurannya di atas rata-rata. Di bagian depan, terdapat mimbar tempat khutbah yang mirip geladak kapal. Pada sisi kiri dan kanan mimbar terdapat kaligrafi yang ditulis pada kayu plafon.
Bisa dikatakan, dominan konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu belian. Atapnya yang semula dari rumbia, kini menggunakan sirap, potongan belian berukuran tipis. Atapnya bertingkat empat. Pada tingkat kedua, terdapat jendela-jendela kaca berukuran kecil. Sementara di bagian paling atas, atapnya mirip kuncup bunga atau stupa. Jendelanya yang berjejeran dengan pintu masuk, berukuran besar-besar, juga dari kaca tembus pandang. Ada pula kaca yang berwarna merah dan kuning.
Pendiri Masjid Jami’ Pontianak adalah pendiri Kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al-Habib Husein, seorang penyebar agama Islam dari Jawa. Ceritanya Al-Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Beliau menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771. Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun Masjid dan Istana untuk Sultan.
Syarif Abdurrahman wafat pada 1808 Masehi, dengan meninggalkan seorang putera bernama Syarif Usman. Syarif Usman masih berusia kanak-kanak saat ayahnya meninggalkannya, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan (Alm.) ayahnya. Maka, pemerintahan sementara dipegang adik bapaknya bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822 sampai dengan 1855 Masehi. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
Beberapa ulama terkenal seperti Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar, dan H. Ismail Kelantan pernah mengajarkan agama Islam di masjid ini. Namun sekarang tidak lagi tampak kegiatan yang terkelola dengan baik di masjid yang menampakkan jejak sejarah Islam di Pontianak ini. Terungkap dari salah seorang imam harian bernama Arifin, bimasislam menangkap kegiatan rutin berjalan hanyalah Ta’lim Harian dengan materi fikih, akidah, dan akhlak dengan sedikit peminat. Kegiatan mingguan berupa Pembacaan Barzanji atau Addibaà tiap malam Jumat. Sedangkan yang cukup massif adalah peringatan har-hari besar Islam tahunan.
Sekarang imam besar masjid ini adalah Syarif Hamid Alkadri, keturunan Raja Pontianak. Dalam pengelolaannya, pengurus masjid ini disupport pendanaannya oleh Pemprov Kalimantan Barat di samping dari Keluarga Kerajaan Pontianak. Sumber: Wawancara langsung dan Wikipedia. (edijun/foto:bimasislam)
- See more
at:
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/liputan-profil-masjid-bersejarah-sultan-syarif-abdurrahman-pontianak#sthash.TCjhmySK.dpuf
Komentar
Posting Komentar