Baitul Mal dalam Konteks Sejarah

Oleh : Yusuf Zulkifli
Penulis adalah Alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Baitul Mal dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Baitul Mal berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, al Bait yang berarti rumah, dan al-mal  yang berarti harta. Jadi secara estimologis Baitul Mal berarti rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Sementara dalam ensiklopedi Islam yang lain memberikan penjelasan pengertian Baitul Mal ini lebih mendalam, Baitul Mal adalah lembaga keuangan Negara yang bertugas menerima, menyimpan, mesdistribusikan uang Negara secara syari’at. Dalam hal ini, kalau dilihat dalam kontek sekarang pengertian baitul Mal dapat diibaratkan sebagai kas Negara atau pendapatan Daerah selain Pajak.
sejarah Baitul Maal
Abu al- A’la Al-Maududi memandang bahwa Baitul Mal dalah lembaga keuangan yang dibangun berlandaskan nilai syari’at. Menurutnya Baitul Mal adalah lembaga yang dikolola untuk menjalankan amanah Allah untuk kemaslahatan hidup manusia.
Dari beberapa pengertian Baitul Mal di atas dapat diambil kesimplan bahwa Lembaga Baitul Mal mempunyai tugas mengelola keuangan negara (Pemerintah Daerah) yang dilaksanakan sesuai dengan syari’at Islam. Tentunya, sebagai Lembaga yang mengelola keuangan Negara banyak tugas yang menjadi tanggung jawab baitul mal tidak hanya fakir miskin semata, melainkan segala keperluan negara dibiayai dengan dana Baitul Mal sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syari’at
Dalam sejarah Baitul Mal telah ada sejak zaman Rasulullah SAW ketika pertama kali (tahun ke-2 Hijrah) yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) pada Perang Badar. Saat itu terjadi perselisihan diantara para sahabat mengenai cara pembagian ghanimah.
Fungsi dan eksistensi Baitul Mal secara jelas telah banyak diungkapkan pada masa Rasulullah SAW maupun pada masa setelah beliau wafat. Namun secara kongkrit pelembagaan Baitul Mal baru dilakukan pada masa Umar Bin Khattab, ketika kebijakan pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan.
Lembaga Baitul Mal terpusat di Madinah dan memilki cabang di beberapa wilayah perwakilan Islam lainnya. Bahkan pada masa itu lembaga Baitul Mal untuk keperluan masa darut seperti hal dana tanggap darurat pada masa sekarang.
Dalam sejarah perkembangan peradaban Islam perkembangan Baitul Mal mengalami pasang surut, dibawah kepemimpinan Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah tidak dikelola secara profesional dan tranparan. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanah Allah dan amanah rakyat, maka pada pemerintahan khalifah Umayyah pengelolaan Baitul Mal dibawah kekuasaan khalifah tampa dapat dipertanyakan dan dikritik oleh rakyat ini sangat berbahaya bagi dalam pengelolaan sistem keuangan Negara Islam.
Keadaan itu berlangsung hingga datangnya Khalifah ke-8 Bani Umayyah, yakni  Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Umar mencoba membersihkan Baitu Mal dari pemasukan harta yang tidak halal dan mencoba mendistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Umar membuat perhitungan dengan Amir bawahannya agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari yang tidak sah.
Pada masa Umar Bin Abdul Azis, operasional institusi Baitul Mal dibagi menjadi bebeberapa departemen. pembagian departemen dilakukan berdasarkan pos-pos penerimaan yang dimiliki Baitul Mal sebagai bendahara negara, ini menunjuk kesadaran membayar ZIS makin meningkat dan pengaturan  pengorganisasian Baitul Mal sudah berjalan dengan baik.
Yusuf Qardhawy membagi Baitul Mal menjadi empat bagian (divisi) kerja berdasarkan pos penerimaannya pada masa Islam Klasik:
1.    Depertemen Khusus untuk  Zakat, Infak, sodakah
2.    Departemen Khusus untuk menyimpan pajak dan upeti
3.    Departemen khusus untuk Qhanimah dan rikaz
4.    Departemen khusus untuk harta yang tidak diketahui warisannya atau terputus hak warisnya (misalnya karna pembunuhan)
Hal ini sebenarnya juga telah diungkapkan pula oleh Ibnu Taimiyah Dia mengungkapkan bahwa dalam admistrasi keuangan negara, dalam Baitul Mal telah dibentuk beberapa departemen yang dikenal dengan Diwam (dewan) dewan-dewan tersebut diantaranya:
1. Diwan Al-Ratib yang berfungsi mengadmistrasikan gaji dan honor bagi pegawai negeri dan tentara
2. Diwan al jawali wal mawarits al Hasyriyah yang berfungsi mengelola poli taxes(jizyah) dan harta tampa ahli waris.
3. Diwab al Kharaj yang berfungsi untuk memungut kharaj.
4.  Diwan al Hillali yang berfungsi mengkolek pajak bulanan.
Kendatipun dalam perkembangannya baitul Mal tidak tertutup kemungkinan adanya penyimpangan namun Baitul Mal pada waktu itu telah memberikan kontribusi besar dalam sejarah Islam, oleh karna itu dikaitkan dengan kontek kekinian peran Baitul Mal dengan beberapa lembaga keuangan lain sangat diharapkan mampu menghidupkan poros ekonomi umat Islam kendatipun ada perbedaan dikaitkan dengan kontek dulu dan sekarang.
Prinsip tolong menolong ini didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam terhadap banyaknya masyarakat miskin (yang notabenenya umat Islam) yang terjerat oleh sistem perekonomian ribawi, apalagi dengan menerapkan bunga tinggi maka Baitul Mal menjadi salah satu alternatif bagi mereka yang ingin mengembangkan usahanya, apalagi dengan pengawasan dan pendampingan, kedepan banyak usaha-usaha kecil menengah berkembang pesat, hal ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
_______
Catatan ini pernah diterbitkan di PascaDunia.com

Komentar

Eramuslim

Postingan Populer