Pesantren Al Maghfirah, Gunung Geulis, Bogor

Al Maghfirah, the last terminal. Kalimat tersebut tertulis besar di atas sebuah meja mungil di pesantren Al Maghfirah. Meja itu berada di aula atau ruang shalat yang berada di tengah lingkungan pesantren. Di pintu masuk tertulis kalimat “Narkoba obat Dajjal yang disebar kaum Yahudi.”
Al Maghfirah adalah nama pesantren di kawasan Gunung Geulis Bogor, Jawa Barat. Berada di lembah, dengan udara cukup sejuk. Udara sejuk seolah menjadi pendingin bagi korban narkoba dan zat adiktif lainnya yang berdarah panas. Kolam ikan dan pohon buah mengisi hampir separuh areal pesantren.
Di atas kolam dipasang tali untuk memanjat pohon. Di sisinya terdapat lintasan kawat berduri serta palang bertingkat sebagaimana lazim pada pelatihan fisik ala militer. Di bagian belakang pesantren terdapat kebun luas untuk tracking atau jogging.
Al Maghfirah sendiri bukan pesantren khusus untuk rehalibitasi korban narkoba dan zat adiktif lainnya. Pesantren yang dibina KH Toto Tasmara ini sebetulnya merupakan motivation center atau lembaga pembinaan motivasi, semacam layanan perbaikan kualitas mental SDM. Biasanya perusahaan mengirim karyawannya mengikuti pelatihan di tempat ini.
Biasanya, setelah mengikuti pelatihan ada perubahan sikap yang sangat baik. Jasa Marga, BNI, Bank Syariah Mandiri, adalah sedikit dari perusahaan yang memanfaatkan jasa Laboratory for Management Al Maghfirah.
Namun, bersamaan dengan pelatihan manajemen, Al Maghfirah juga menggelar program rehabilitasi bagi korban atau pecandu narkoba. Mereka inilah santri binaan Toto Tasmara karena mereka tinggal di dalam persantren Sementara anggota pelatihan manajemen hanya menetap 3-10 hari di dalam lingkungan pesantren.
Saat ini ada 20 santri binaan (sabin). Sebagian besar (16 orang) adalah mantan pecandu narkoba. Sisanya adalah remaja yang mengalami gangguan mental (stres) dan dua anak biasa. Kapasitas maksimum adalah dua puluh orang. Bila lebih dari itu, hasil pembinaan motivasi tak terlalu optimal.
Areal pesantren Al Maghfirah seluas 1,5 hektar. Tempat ini disewa dari orang tua mantan santri yang anaknya telah sembuh. Di atas lahan tersebut berdiri tiga bangunan untuk sabin pria, aula atau tempat shalat dan bangunan untuk dapur dan kamar bagi sabin putri.
Masa rehabilitasi bagi mantan pecandu narkoba adalah enam bulan. Tiga bulan pertama diisi dengan motivasi. Pekan pertama adalah masa berat bagi pecandu narkoba yang masuk rehabilitasi. Sakaw (sekarat karena putauw), adalah hal biasa bagi sabin pekan pertama. Untuk menangani mereka, Toto hanya memberi air putih yang akan membuat sabin tertidur.
Setelah hatinya membaik, baru ia dibekali dengan pengetahuan iman dan segala sesuatu yang positif. Prinsip ini juga ada dalam ilmu tasawuf dengan nama tazkiyatul qalb atau mensucikan hati.
Sabin juga dibekali pelatihan fisik seperti olahraga napas batin (Ornaba), sejenis latihan relaksasi. Ornaba ini juga dibekali kepada karyawan yang mengikuti pelatihan motivasi.
Berbeda dengan panti rehabilitasi lain, di tempat ini kasih sayang merupakan faktor utama. Tak ada senioritas. Semuanya saling membantu agar lekas sembuh dan terlepas dari jerat narkoba.
Karena sistem kekeluargaan, tak ada paksaan untuk mengikuti shalat atau dzikir. Bahkan di dalam kamar, masih terdapat televisi dan playstation bagi para junkies. Motivasilah yang membuat mantan pecandu itu akhirnya mengikuti shalat berjamaah dan dzikir bersama.
Juga tak ada mandi taubat pada tengah malam. Dzikir yang diajarkan hanya dzikir taubat dan La Ilaha Illa Allah. (http://www.al-shia.org)

Komentar

  1. Asslamu'alaikum pak...untuk pesantren ini ada kontak person nya pak?

    BalasHapus

Posting Komentar

Eramuslim

Postingan Populer