Masjid, Solusi Umat

Kemakmuran sebuah masjid akan menjadi solusi dari berbagai persoalan yang ada
Masjid, Solusi Umat
Pembangunan Masjid Ar Riyard Balikpapan
 
Oleh: Herry Mohammad

TAHUN lalu, seorang ketua takmir masjid jamik di ibukota sebuah provinsi dengan semangat memaparkan rencana renovasi masjid yang dikelolanya menjadi megah. Kemegahan itu, menurut sang Takmir, agar menjadi kebanggaan warga kota.
Sang takmir mengemukakan, setiap jumat, infak yang terkumpul lewat kotak amal dari jamaah, mencapai Rp 35 juta lebih. Belum lagi komitmen dari berbagai pihak yang akan membantu secara finansial. Atas dasar itulah sang takmir optimis bahwa rencana renovasi masjid menjadi megah dan kebanggaan masyarakat, akan terwujud.
Penasaran dengan rencana renovasi yang ‘wah’ itu, penulis sengaja menginap di kota itu, agar bisa mengikuti shalat Subuh dan Isyak secara berjamaah. Juga mengikuti pengajian ba’dha Subuh dan Maghrib.
Ternyata, Shalat Subuh, hanya dipadati satu shaf untuk hari Sabtu-Ahad, dan hanya setengah shaf untuk hari Senin sampai Jum’at. Waktu Maghrib dan Isya, hanya satu setengah shaf saja. Satu shaf di masjid jamik ini setara dengan 100 jamaah. Kurang dari 10% dari kapasitasnya yang mencapai 1000 lebih jamaah. Masjid ini hanya ramai ketika shalat Jum’at, jamaah meluber sampai ke jalan-jalan.
Waktu pengajian ba’dha Subuh dan Maghrib, tak banyak jamaah yang mengikutinya. Hanya dihadiri kurang dari 20-an jamaah. Bahkan, di hari Senin ba’dha Shubuh, ketika seorang profesor doktor di bidang medis menyampaikan ceramahnya, yang hadir kurang dari 10 jamaah.
Penasaran dengan kondisi tersebut, penulis mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi di masjid ini. Padahal, masjid yang dibangun awal tahun 1970-an itu, di akhir 1970-an sampai akhir 1990-an, menjadi rujukan masjid-masjid di Indonesia. Mengapa? Karena masjid ini makmur, para orangtua memberi dukungan penuh kepada para remaja masjid (mulai dari tingkat SMP, SMA, dan perguruan tinggi) yang membina mental-spiritualnya di masjid. Mereka adalah para remaja-pemuda yang memakmurkan masjid.
Hadits tentang tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, salah satunya adalah, “Seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid …” (HR. Imam Bukahri), menjadi motivasi utama para remaja masjid.
Dari kiprah para remaja masjid ini lahir kajian-kajian rutin (ibadah, akhlak, akidah, kursus baca-tulis Al-Qur’an dan kursus mubaligh), mendirikan perhimpunan cendekiawan muslim (sebelum lahirnya ICMI), mendirikan sekolah (baik formal maupun informal), bahkan ikut membidani lahirnya lembaga sosial yang menghimpun dana umat. Semua lembaga yang lahir sebelum tahun 1990-an itu sampai hari ini tetap eksis, berkembang, bahkan sudah pula beranak-pinak.
Nama besar masjid di tahun 1980 sd 1990-an tersebut terlalu berat untuk ditopang. Marwahnya meredup. Jika pun renovasi jadi dilaksanakan, dengan bangunan baru yang megah (bahkan mungkin mewah), jika masjid tidak dimakmurkan, ia akan menjadi contoh kesunyian di tengah keramaian. Fisiknya megah, kokoh, dan berwibawa, tapi tak ada aktifitas yang menggerakkan umat untuk memakmurkannya.
***
Untuk apa masjid dibangun? Yang pertama-tama adalah soal niat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam memberi petunjuk kepada kita, betapa faktor niat ini menjadi penting dan utama.
“Siapa membangun masjid untuk mencari keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala, niscaya Allah Subhanahu Wata’ala akan membangunkan rumah baginya di surga.” Pada riwayat yang lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Allah SubhanahU Wata’ala akan membangunkan bangunan sejenis di surga baginya.” (Muttafaq alaih).
Hanya dengan niat karena Allah, maka ridha Allah akan didapat. Imam al-Bazzar, Thabrani, Ibnu Majah, dan Ahmad mengeluarkan hadits, “Siapa yang membangun sebuah masjid karena Allah Subhanahu Wata’ala, meskipun hanya sebesar kandang burung, niscaya Allah Subhanahu Wata’alaakan membangunkan sebuah rumah di surga baginya.”
Lagi-lagi Allah akan menilai niat dibalik pembangunan itu. Semua mesti atas dasar taqwa. Inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam tatkala hijrah dari Mekkah ke Madinah, Juni tahun 622 M. Ketika Madinah sudah dekat, Nabi bermalam selama 3 hari di Quba di wilayah Bani ‘Amr bin ‘Auf. Yang dilakukan oleh Nabi SAW dan para Sahabat adalah membangun Masjid Quba, yang berjarak 3,25 Km dari pusat Kota Madinah. Sesampainya di Madinah, yang dibangun pertama kali oleh Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam juga masjid, yang sekarang dikenal dengan Masjid Nabawi, itu.
Setelah bangunan masjid sudah berdiri, maka kewajiban umat Islam untuk memakmurkannya, sejalan dengan semangat Al-Quran surah at-Taubah ayat 18. Yang berhak memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Ayat ini ditutup dengan, “Merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan yang mendapat petunjuk.”
Jadi, jika ingin mendapat petunjuk dalam hidup ini, jika ingin mendapatkan solusi dalam berbagai permasalahan (individual, sosial dan kemasyarakatan), kembalilah dan makmurkan masjid. Di sini pula peran masjid menjadi solusi masalah individual dan keumatan.
Bagaimana cara memakmurkan masjid-masjid Allah? Yang pertama dilakukan adalah jadilah jamaah aktif dalam setiap shalat wajib, lima kali dalam sehari. Begitu azan dikumandangkan, bersegeralah menuju masjid, untuk melaksanakan shalat berjamaah.
Sedangkan takmir atau pengurus masjid punya kewajiban membina jamaahnya agar lebih mengenal Islam, dengan cara memfasiltasi kajian-kajian tentang ke-Islaman, mulai dari tauhid, ibadah, akhlak, tadabbur Qur’an, hadits, dan seterusnya. Jadikan jamaah beriman sambil ber-ilmu. Jika sudah mengenal Islam dan mengilmuinya, langkah berikut adalah mengamalkannya. Jika sudah pada tingkat pengamalan ini, insyaa Allah iman jamaah semakin tebal, ilmu mereka bertambah, dan amalnya pun semakin banyak.
Jika sudah padu, iman, ilmu, dan amal, maka apa saja yang menjadi program masjid, akan mendapat dukungan dari jamaah. Syaratanya hanya satu. Takmir masjid rela meniti jalan menuju Allah, bukan kepada kelompok, etnis, dan golongan tertentu.
Para takmir adalah pelayan di rumah Allah, karena itu jangan libatkan hal-hal di luar Allah. Jika takmirnya sudah kompak, insyaa Allah jamaah saling bahu membahu, yang kaya mendermakan hartanya, yang pintar memberikan ilmunya, yang miskin mendoakan saudara-saudaranya. Di sini makna ayat, “Orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. al-Hujurat: 10) akan benar-benar terwujud dengan nyata. Allahu Akbar! Betapa indahnya hidup di lingkungan seperti itu.
Sebagai ilustrasi, ada tiga model yang mewakili masjid di Indonesia. Pertama, model masjid yang megah dan mewah. Ini bisa dilihat misalnya, Masjid Kubah Mas di Cinere, Depok, Jawa Barat. Masjid ini megah, mewah, dan kubahnya dilapisi emas. Kompleks masjid ramai, terutama di hari-hari libur. Tapi coba datanglah ketika waktu shalat, hitung berapa banyak mereka yang ikut shalat berjamaah dibanding dengan mereka yang berada di luar dan berfoto-ria?
Model kedua adalah Masjid Jokokariyan, Yogyakarta. Masjid yang berada di perkampungan ini tidak besar, tapi makmur. Terutama untuk aktifitas sosialnya, yang juga menyentuh kehidupan masyarakat sekitar.
Ketiga adalah Masjid Darussalam, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Lokasi masjid berada di dalam kompleks perumahan. Jamaah masjid ini unik, dalam 5 kali wakthu shalat fardhu, jamaahnya mulai dari balita sampai manula. Ada pembinaan untuk anak-anak Paud dan TK, membina santri duafa-yatim, punya rumah Tahfidz, dan sekolah Masjid Darussalam (setingkat SMP) yang jam belajarnya dimulai ba’dha shalat Shubuh berjamaah. Aktivitas belajarnya secara formal berakhir ketika waktu Dhuhur tiba.
Dari tiga model masjid tersebut diatas, masjid Jogokariyan dan Masjid Darussalam yang jumlah jamaah shalat Subuhnya mendekati jamaah shalat Jum’at.
Kini tinggal kita pilih yang mana? Masjid dibangun dengan niatan hanya untuk mencari ridha Allah. Para takmirnya, secara bersama-sama, berjalan menuju Allah, menjadi pelayan Allah dalam arti yang sebenarnya. Hanya dengan cara seperti itu masjid akan bisa makmur. Dan, kemakmuran sebuah masjid akan menjadi solusi dari berbagai persoalan yang ada.*
Penulis wartawan, Pejalan menuju Allah

Komentar

Eramuslim

Postingan Populer