Langsung ke konten utama

Kisah Nyata, Tukang Becak Naik Haji


 Pada kesempatan kali ini kita akan belajar dari salah satu kisah yang luar biasa menginspirasi. Tentang seseorang yang sangat sederhana namun memiliki amalan yang kelihatannya sepele namun ternyata memiliki daya magis luar biasa. Kisah ini diadaptasi dari kisah nyata tentang seseorang pengangkut becak yang saat ini hampir tidak kita temukan di kota-kota besar. Kita sebut saja namanya adalah pak sulam (bukan nama sebenarnya). Bapak sulam yang satu ini, profesi awalnya adalah sopir angkot. Setiap hari dia menyupir angkot dengan sistem setoran ke majikan. Setor karena angkotnya punya orang lain.
tukang-becak-naik-haji
Tukang Becak Naik Haji
Pada suatu hari, majikannya bangkrut, karena semakin mahalnya harga bensin. Akhirnya sahabat saya ini, katakanlah Sulam, jadi tidak punya mata pencaharian. Karena angkot majikannya sudah dijual. Karena Sulam bukan tipe orang yang gampang putus asa, akhirnya dia mencari pekerjaan lain. Dipilihlah becak sebagai jalan ikhtiarnya. Sebab hanya berprofesi sebagai tukang becak, kehidupannya pun sangat sederhana, kalau tidak mau dikatakan kurang. Dia tinggal bersama tiga putri dan seorang istrinya di sebuah rumah kontrakan yang mungkin cuma layak disebut kamar. Tidak ada yang istimewa dari kehidupan sehari-harinya. Pagi-pagi pergi dari rumah mencari penumpang, sore pulang.
Setiap hari seperti itu. Namun setelah dicermati, tenyata ada satu hal yang membuat Sulam berbeda dari abang becak lainnya, bahkan dari kebanyakan kita. Sulam selalu menjaga sholat diawal waktu, dan selalu dia lakukan di Masjid. Dimanapun dia berada selalu menyempatkan bahkan memaksakan sholat diawal waktu. Setiap mendekati waktu sholat, jika tidak ada penumpang, dia akan mangkal di tempat yang dekat dengan masjid. Iya mendekati masjid. Pokoknya dia tidak pernah ketinggalan sholat wajib awal waktu bahkan selalu berjamaah di masjid. Dan tenyata itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Ternyata istri dan ketiga putrinya pun begitu, mereka selalu sholat diawal waktu, meskipun berada di rumah.
Singkat cerita, suatu hari ketika saya sedang mangkal di salah satu hotel berbintang di Bandung. Ada seorang ibu turun dari mobil Merci tiba-tiba mendekati saya dan meminta untuk diantar ke salah satu tempat perbelanjaan di kawasan alun-alun kota Bandung, kata Sulam. Ketika si Ibu itu bilang minta dianter memakai becak saya malah balik nanya.
“Tidak salah Bu naik becak ?” kata Sulam.
“Tidak Bang, jalanan macet, biar mobil disimpen di hotel aja, sekalian sopir saya istirahat,” jawab si Ibu.
Maka diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan yang dia minta. Saya pun mengayuh becak masih dalam keadaan kaget. Ketika mendekati alun-alun Bandung, terdengarlah suara adzan dzuhur dari Masjid Raya Jawa Barat.
“Saya langsung belokkan becak ke pelataran parkir Majid. Si Ibu pun heran dengan apa yang saya lakukan”, kata Sulam.
“Bang kok berhenti disini?” kata si Ibu.
“Iya Bu, udah adzan, Allah udah manggil kita buat sholat.”
“Saya mau sholat dulu. Ibu turun disini aja, tokonya udah dekat kok, di belakang masjid ini. Biarin Bu tidak usah bayar.”
“Tanggung Bang, lagian saya takut nyasar,” kata si Ibu.
“Kalau Ibu mau saya anter saya sholat dulu, ya, Bu.”
Setelah selesai sholat Sulam pun kembali menuju ke becaknya. Ternyata si Ibu dan asistennya masih nunggu di becak. Diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan di belakang Masjid Raya.
“Bang tunggu disni ya, ntar antar lagi saya ke hotel,” kata si Ibu.
“Iya Bu, tapi kalau Ibu balik lagi ke becak pas adzan ashar, ibu tunggu dulu disini, saya jalan kaki ke masjid.”
Singkat cerita si Ibu kembali ke becak jam 15.30. Kemudian di becak dia nanya di mana Sulam tinggal.
Si Ibu penasaran dengan kebiasaan Sulam, demi sholat diawal waktu berani meninggalkan penumpang di becak, ga peduli dibayar atau tidak.
“Bang, saya pengen tau rumah abang,” kata si Ibu.
“Waduh emangnya kenapa Bu?” tanya Sulam kaget.
“Saya pengen kenal sama keluarga abang,” kata si Ibu.
“Jangan Bu, rumah saya jauh. Lagian di rumah saya tidak ada apa-apa.”
Si Ibu terus memaksa. Akhirnya setelah menunggu si Ibu sholat jamak dzuhur dan ashar di hotel, mereka pun pergi menuju rumah Sulam.
Tapi kali ini Sulam pakai becak, si Ibu mengikuti di belakangnya pakai mobil Merci terbaru. Setibanya di rumah kontrakan Sulam, si Ibu kaget, karena rumahnya sangat kecil. Tapi kok berani tidak dibayar demi sholat.
Mungkin karena penasaran si Ibu nanya. “Bang kok berani tidak dibayar?”
“Rezeki itu bukan dr pekerjaan kita Bu, rezeki itu dari Allah, saya yakin itu. Makanya kalau Allah manggil kita harus dateng.”
“Haiyya ‘Alal Fallaah… kan jelas Bu. Marilah kita menuju kemenangan, kesejahteraan, kebahagiaan. Saya ikhtiar udah dengan narik becak, hasilnya gimana Allah. yang penting kitanya takwa ke Allah ya kan Bu?” kata Sulam.
“Saya yakin janji Allah di QS Al-Baqarah ayat 3.” kata Sulam. Si Ibu pun terdiam sambil meneteskan air mata.
Setelah dikenalkan dan ngorol dgn keluarga Sulam si Ibu pun pamit. Sambil meminta Sulam mengantarkannya kembali minggu depan.
“Insya Allah saya siap Bu,” kata Sulam. Si Ibu pun pamit sambil memberi ongkos becak ke Istrinya Sulam. Setelah si Ibu pergi ongkos becak yang dimasukan kedalam amplop dibuka oleh Sulam. Ternyata isinya satu juta rupiah. Sulam dan keluarganya pun kaget dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan melewati si Ibu tadi.
Seminggu kemudian Sulam mendatangi hotel tempat si Ibu menjanjikan. Setelah bertanya ke satpam, Sulam tidak diperbolehkan masuk. Satpam tidak percaya ada tamu hotel bintang lima janjian sama seorang tukang becak. Sulam ga maksa, dia kembali ke becaknya.
Nah, itu pula yang sering kita lakukan, seringkali kita melihat orang dari penampilannya. Padahal Allah tidak melihat pangkat, jabatan, pekerjaan, harta, warna kulita kita. Allah hanya melihat ketakwaan kita. Karena penasaran Sulam ga masuk-masuk ke Lobby Hotel, akhirnya si Ibu keluar, dan melihat Sulam sedang tertidur di becaknya.
“Bang, kenapa tidak masuk?” Tanya si Ibu sambil membangunkan Sulam.
“Ga boleh sama satpam Bu,”jawab Sulam.
“Bang, kan kemaren abang yang ngajak saya jalan-jalan pakai becak. Sekarang giliran saya ngajak abang jalan-jalan pakai mobil saya,” kata si Ibu.
“Lah, Ibu ini gimana sih, katanya mau saya anter ke toko lagi,” kata Sulam.
“Iya mau dianter tapi bukan ke toko bang,” kata si Ibu di awal waktu.
Setelah diajak naik mobil Merci nya si Ibu, Sulam pun menolaknya, karena dia merasa kebingungan.
“Mau dibawa kemana saya Bu ?”
“Udah saya pakai becak saya aja, ngikut di belakang mobil Ibu. Tidak pantes saya naik mobil sebagus itu,” kata Sulam.
“Lagian becak saya mau ditaruh dimana?”
Namun setelah dibujuk oleh sopir dan asisten si Ibu, Sulam pun mau ikut naik mobil. Becaknya dititip di parkiran belakang hotel.
Berangkatlah mereka dari hotel. Masih dengan rasa penasaran Sulam pun bertanya, “mau kemana sih Bu?”
Di salah satu kantor Bank Syariah, mereka pun berhenti. “Bang, pinjem KTP nya ya”, kata asisten si Ibu.
“Waduh apalagi nih?” pikir Sulam.
“Buat apa Neng? Kok saya diajakin ke Bank, trus KTP buat apa?”, kata Sulam heran.
Akhirnya asisten si Ibu menjelaskan, bahwa ketika minggu lalu mereka diantar Sulam belanja, si Ibu mendapatkan sebuah pelajaran.Pelajaran hidup yang sangat mendalam. Dimana seorang abang becak dengan kehidupan yang pas-pasan tapi begitu percaya kepada janji Allah.
Sementara si Ibu yang merupakan seorang pengusaha besar dan suaminya pun pengusaha, selama ini kadang ragu pada janji Allah. Seringkali, akibat kesibukan mengurus usaha, belanja, meeting dll, dia menunda-nunda sholat. Bahkan tidak jarang lupa sholat.
“Nah sejak minggu lalu setelah pulang dari Bandung, Ibu mulai merubah kebiasaannya. Dia selalu berusaha sholat awal waktu”, kata asisten.
Saat pulang ke Jakarta, suaminya pun heran dengan perubahan si Ibu. Padahal dia juga punya kebiasaan yang sama dengan istrinya. Setelah diceritakan asal mula perubahan itu, suaminya pun menyadari, bahwa selama ini mereka salah. Terlalu mengejar dunia. Oleh karena itu Ibu dan suaminya ingin menghadiahi abang Sulam untuk berangkat haji. Mendengar akan diberangkatkan ibadah haji, Sulam pun kaget campur bingung.
Dengan spontan Sulam menolak hadiah itu. “Tidak mau neng, saya tidak mau berangkat haji dulu. Meskipun itu doa saya tiap hari.”
“Loh kok tidak mau Bang?” kata asisten kaget.
“Apa kata tetangga dan sodara-sodara saya nanti neng, saat saya pulang berhaji. Kok ke haji bisa tapi masih ngebecak?”
“Memang berangkat haji adalah cita-cita saya. Tapi nanti setelah saya mendapatkan pekerjaan selain narik becak neng.”
Akhirnya asisten berdiskusi dengan si Ibu. Sambil menunggu mereka diskusi. Sulam pun tidak henti-hentinya bertanya pada Allah.
“Ya Allah pertanda apakah ini?” kata Sulam.
Tidak lama si Ibu menghampiri Sulam dan bertanya “Bang, kan abang bisa bawa mobil, bagaimana kalau menjadi supir di perusahaan saya di Jakarta?”
“Waduh … Jakarta ya, Bu? Ntar, keluarga saya gimana disini. Anak-anak masih butuh bimbingan saya. Apalagi semuanya perempuan. Kayaknya tidak deh Bu. Biar saya pulang aja deh. Insya Allah kalau Allah ridho lain kali pasti saya diundang untuk berhaji.”
Akhirnya si Ibu membujuk Sulam untuk mendaftar haji dulu. Brangkatnya mau kapan terserah, yang penting dia menjalankan amanat suaminya. Kemudian si Ibu menelpon suaminya, menjelaskan kondisi yang ada mengenai Sulam. Setelah selesai mendaftar haji di Bank, kemudian mereka pergi menuju sebuah dealer mobil.
“Kok masuk ke dealer mobil, Bu? Ibu mau beli mobil lagi? Mobil ini kurang gimana bagusnya?” kata Sulam bingung. Sambil tersenyum si Ibu meminta Sulam menunggu di mobil. Dia pun turun bersama asistennya. Selang setengah jam, si Ibu kembali ke mobil sambil membawa kwitansi pembayaran tanda jadi mobil.
“Nih bang, barusan saya sudah membayar tanda jadi pembelian mobil angkutan umum, pelunasannya nanti kalau trayek sudah diurus.”
“Mobil angkutan umum ini buat bang Sulam, hadiah dari suami saya.” Kata si Ibu.
“Jadi sambil menunggu keberangkatan abang ke haji tahun depan, abang bisa menabung dengan usaha dari mobil angkutan milik sendiri.”
Sambil meneteskan air mata tidak henti-hentinya Sulam mengucap syukur kepada Allah.
“Ini bukan dari saya dan suami saya, ini dari Allah melalui perantaraan saya,” kata si Ibu.
“Hadiah karena abang selalu menjaga sholat diawal waktu. Dan itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya dan suami.”
“Mudah-mudahan kita semua bisa istiqomah menjaga sholat awal waktu, ya, bang,” kata si Ibu.
Akhirnya mereka pun kembali ke hotel, namun sebelumnya mampir di masjid untuk sholat dzuhur berjamaah.Setelah sholat dzuhur kemudian makan siang, mereka pun berpisah. Sulam pulang ke rumah dengan becaknya. Si Ibu langsung ke Jakarta. Setelah itu kehidupan Sulam semakin membaik. Dia sudah memiliki rumah sendiri, walapun nyicil. Yang tadinya dia seorang supir angkot dan abang becak, sekarang dia jadi pemilik angkot dan sudah berhaji.
Alhamdulillah sampai saat ini Sulam masih terus menjaga sholat awal waktu, malah semakin yakin dengan janji Allah. Cerita ini merupakan kisah nyata dengan sedikit penambahan dan pengurangan dalam penyampainnya. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, dan menjadikan kita semakin yakin dengan janji Allah. poin dari cerita diatas adalah ketika Allah SWT berkehendak, tidak akan ada yang bernama tidak mungkin, semuanya akan menjadi nyata. Mari kita jaga sholat di awal waktu, untuk mendapatkan keberkahan dan ridho dari-Nya. (http://www.muslimkece.net/)

Komentar

Eramuslim

Postingan Populer